Angka Stunting di Maros Turun, Masih Tersisa 3.700 Kasus

by

HARSYANEWS.ID, MAROS – Angka stunting di Kabupaten Maros terus menurun dalam dua tahun terakhir. Pada 2023, prevalensi stunting tercatat 34,7 persen, tertinggi kedua di Sulawesi Selatan. Kini, per Juli 2025, angka itu turun menjadi 22,4 persen atau berada di bawah rata-rata provinsi yang mencapai 23 persen.

Bupati Maros, AS Chaidir Syam, mengatakan penurunan ini mendorong pemerintah daerah bersama seluruh pemangku kepentingan untuk terus melakukan percepatan penanganan.

“Tingkat penurunan stunting di Sulsel sekitar 12,3 persen. Kita sudah berada di bawah angka provinsi, tapi target nasional 19,8 persen belum tercapai. Karena itu, gerakan-gerakan percepatan tetap dilakukan,” ujarnya, Senin (11/8/2025).

Di Maros, jumlah balita mencapai 29.201 jiwa. Dari jumlah tersebut, masih terdapat 3.700 balita yang masuk kategori stunting per 30 Juli 2025. Untuk penanganannya, Pemkab Maros mengalokasikan anggaran sebesar Rp60 miliar atau 4 persen dari APBD.

Pendekatan Layanan Langsung ke Desa
Sekretaris Daerah Maros, Andi Davied Syamsuddin, menyebut penurunan stunting dipengaruhi strategi baru yang lebih dekat dengan masyarakat.

“Dulu pelayanan hanya di kabupaten, sekarang langsung ke kecamatan dan desa untuk mendata serta memberi intervensi kepada anak stunting. Misalnya, membantu administrasi kependudukan, mempercepat rujukan anak dengan penyakit penyerta, dan memberikan intervensi gizi,” ujarnya.

Ia menambahkan, sistem Electronic Pelaporan Pendataan Gizi Masyarakat (EPPGM) membantu memastikan data akurat sekaligus mempercepat layanan. Berdasarkan EPPGM, kasus tertinggi tercatat di Kecamatan Tanralili 530 kasus, Turikale 529 kasus, Bontoa 274 kasus, Marusu 241 kasus, Maros Baru 164 kasus, dan Camba–Mallawa 55 kasus.

“Tahun lalu Bontoa dan Mandai yang paling tinggi, sekarang sudah turun. Lokus tetap dilakukan di sana, tapi akses intervensi kita fokuskan di Tanralili dan Turikale,” tambahnya.

Cegah Pernikahan Dini untuk Tekan Stunting
Upaya pencegahan stunting juga dilakukan melalui penekanan angka pernikahan dini. Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana, Andi Riswan Akbar, menyebut pihaknya rutin memberikan konseling kepada calon pengantin di bawah usia 19 tahun.

“Sepanjang 2024, ada 11 orang yang kami konseling. Empat mengajukan penanganan kasus ke Pengadilan Agama, tiga diterima dan satu ditolak, sementara tujuh lainnya tidak melanjutkan proses. Pada 2025 hingga Juli, kami menangani sembilan orang, terdiri dari satu laki-laki dan delapan perempuan,” jelasnya.

Riswan menegaskan, konseling menekankan pentingnya menunda pernikahan hingga usia ideal demi menekan risiko kelahiran anak stunting.

Dengan kombinasi intervensi gizi, pemerataan layanan kesehatan, pendataan akurat, dan pencegahan pernikahan dini, Pemkab Maros optimistis angka stunting bisa ditekan hingga mencapai target nasional pada 2026.